Ganti Edjaan Lama

balik ke Edjaan Lama

Friday, October 23, 2015

Waktunya hampir sampai, Nak
Jangan takut
kita ditakdirkan lahir sebagai laki laki Makassar
Tak ada takut dalam kamus kita
Bersama kita akan selalu berdiri paling depan

Buang ragumu Nak
Tegaklah selalu
seperti karang yang kokoh menghadang terjangan ombak 
Tegak Nak
Karena sujudmu hanya untukNYA

Mengalirlah dengan wajar Anakku
Berani itu tidak melawan hukum alam
Berani itu pinisi kecil yang menari di tengah gelombang samudra 
Dibanting kanan kiri
Diangkat tinggi lantas dihempaskan badai
Berderak-derak kayunya
Namun tak pernah muncul sebersit pikiran pun untuk menepi ke pantai

Hidup ini ada yang atur
Tak perlu kau tangisi apa yang mungkin tak kau sukai
Karena Dia yang Maha Mengatur, juga Maha Bijaksana

Angkat tinggi-tinggi badik yang terhunus di tanganmu Nak
Itu api semangat yang menyala dalam jiwamu
Baranya berkilat di matamu   .
Paentengi siri'nu Nak
Tegakkan harga dirimu!
Sesungguhnya harga dirimu dinilai dari seberapa berani kau mengalir menantang hidup
Juga seberapa ikhlas kau berserah padaNYA





Tuesday, September 29, 2015

"Kalau dipikir pikir, surga itu ga enak ya" seorang teman mendadak mencetuskan pikirannya yang tidak biasa
di suatu siang yang biasa biasa saja

"Kenapa ga enak? Kan di sana apa apa tinggal minta langsung dapat"

"Justru itu, anggaplah kita pengen punya Ferrari, kita minta terus langsung dapat gitu? Senang dong.... 
Tapi tetangga lihat kita pake Ferrari, dia ikut minta juga... Dia pun langsung dapat... Lantas apa hebatnya Ferrari kita kalau gitu?"

😊

Diskusi nyeleneh itu masih membekas sampai sekarang, hampir 20 tahun setelahnya

Saya ingat hanya tersenyum saat itu. Ikut manggut manggut membenarkan pendapat teman itu

Sekarang baru kepikiran bahwa mungkin itulah bedanya

Saat kita masih suka membandingkan diri dengan orang lain.
Jika kita masih suka untuk terlihat seolah lebih baik daripada yang lainnya
Barangkali itu pertanda
Bahwa kita memang belum pantas menjadi penghuni surgaNYA

Mina

Apa yang ada dalam doamu, ya saudaraku?
Rasa malu atas tumpukan dosa-dosa mu kah yang membuat matamu basah?
Ataukah takutmu kalau-kalau waktumu telah kasip?

Ada jutaan jiwa menghampar bersamamu di terik Arafah
Mungkin mereka juga menyimpan malu yang sama
Bercampur dengan sesal yang mendera

Terbayangkah olehmu Padang Mashar?
Buasnya mentari takkan sanggup kau tahankan di sana.

Kemarin
Doa dan tangismu melayang jauh
Melewati papan-papan pembatas kuning bertuliskan 'Arafah ends here'

Kala langit Muzdalifah dipagut kelam malam
Sedu-sedanmu mereda 
Ada sebersit asa memantik dalam serpihan kalbumu
Bibir mu berbisik lirih
Ya Allah, matikan lah aku dalam khusnul khotimah
Peluk aku dalam samudra kasihmu yang tak berbatas
Bersihkan aku ya Rabb
Putih bersih seperti bayi yang baru lahir

..... Lalu Allah menjawab pintamu
Pintu pintu langit dibukaNYA bagimu
Hari ini
Di Mina

Jauh di sini
Sajadahku perlahan basah
Oleh rasa cemburu yang membelitku membayangkan senyummu yang mengembang 

Apa yang ada dalam doa mu, ya saudaraku?

Monday, September 28, 2015

Segores catatan tentang Makassar

Menelusuri jalan jalan di Makassar, 
memunguti serpihan kenangan tanah kelahiranku. 

Senin pagi menggeliat malas seolah enggan melepas selimut hangat akhir pekan. 
Tak ada rush layaknya kesibukan Jakarta yang nyaris tanpa hati itu. 
Disini - di Makassar- detak waktu seolah berjalan lebih lambat. 
Aku melangkah melewati kedai kopi di sisi hotel yang sesak oleh pekerja kantoran. 
Mereka pun terlihat santai bercengkrama satu sama lain. 
Relax! 
Stress free! 
Jauh beda dengan Jakartaku kini.

Tanpa terasa, nyaris 15 tahun berlalu 
sejak terakhir kali aku mengumpulkan semua yang bisa dibawa. 
Memulai pengembaraan ku, seorang lelaki kecil dengan mimpi besar,
Seorang dokter belia - fresh from oven - yang ingin melihat dunia.

Makassar- definitely not the place for me - to grow old and die. 
Demikian pikir ku saat itu.
Bagaikan Komander yang membakar kapalnya begitu berlabuh 
supaya tak ada opsi pulang 
rumah tua di daerah Cendrawasih itu berpindah tangan. 
Aku membakar kapalku!

15 tahun berlalu
Belasan kota, beribu kisah
Bangkok, KL, Spore, Kuala Belait, Bali,Jakarta, Banda Aceh, Balikpapan, Bekasi mengisi lembar hidupku mengais rejeki.
Seorang mojang Sunda kini mendampingi hari dan hatiku, 
tiga anak kecil yang lucu-lucu meramaikan hidupku.
Mereka segalanya bagiku sekarang

Ratusan baliho, belasan wajah seolah menyambut datangku.
Makassar tengah pusing memilih walikotanya
Segudang janji diumbar, 
selaksa mimpi diuntai bak serenade indah dari bibir bibir mereka.
Semuanya berlomba menjanjikan perubahan.

Dan Makassarpun bermetamorfosis 
Jalan jalan yang dulu lengang kini sesak 
Macet! 
Penyakit kota besar menghinggapi 
Menara menara beton berlomba menjangkau langit.
Meninggalkan mereka yang kalah, terkapar dalam lumpur dan jelaga kemiskinan. 
Kapitalisme merasuk sendi-sendi kotaku.

Namun ritme kehidupan yang mengalir tenang itu masih ada disini
Membuai....
Sekaligus mengusik benakku 
Mempertanyakan kembali pilihanku dulu

This is not a bad place anyway
....to grow old and die

Wednesday, January 13, 2010

Ketika Tuhan Bertutur Pada Kita

Di desa Riso, desa terpencil nun jauh di Kecamatan Tapango, Polewali Mandar, Sulawesi Barat....
Tuhan bertutur pada kita
Lewat tangan-tangan kurus seorang bocah kecil
Sinar namanya. Usianya belum lagi genap 7 tahun.
Tapi disaat anak sebayanya sibuk bermain, Sinar kecil harus berjuang sendiri merawat ibunya yang terkapar lumpuh.
Seorang diri!
Karena semenjak ibunya jatuh sakit, ayahnya menghilang entah kemana, sementara 5 saudaranya harus bekerja menumpang ditempat lain sebagai pembantu.

Semuanya dikerjakan anak kecil ini, mulai dari masak, menyuapi ibunya, menggeser tubuhnya, memandikan, hingga membersihkan kotoran ibunya.
Dengan penuh kasih.
Subhanallah.

Membayangkan tanggung jawab sebesar itu harus dipikul oleh anak sekecil Sinar!
Jujur, saya tak kuat menahan mata yang mulai basah.
Sebagai ayah dari 3 orang anak, dua diantaranya kurang lebih sebaya Sinar, bahkan sedikit lebih besar, saya tahu benar seperti apa kemampuan anak 7 tahun pada umumnya.
Tapi apa yang diperlihatkan Sinar adalah sesuatu yang sangat spesial.
Dibalik tubuh mungil dengan tangan tangan yang kurus itu...siapa sangka bersemayam jiwa dan hati yang begitu besar?

Kisah Sinar bagai oase bagi dahaga jiwa kita yang kerontang diterpa beragam cerita tentang korupsi, kolusi, manipulasi yang dengan bangganya dilakukan oleh anak bangsa ini.
Mata air kebajikannya membuat kita bisa singgah sejenak, untuk membasuh luka hati kita....

Di desa kecil
Nun jauh dipelosok Polewali Mandar
Tuhan bertutur pada kita
Bahwa dinegeri ini...masih ada jiwa-jiwa bersih
dari anak-anak polos yang belum lagi terkena polusi egoisme....
anak-anak yang mengabdi dengan cinta...
anak-anak yang mestinya suatu saat akan bisa mengubah negeri ini menjadi tempat hidup yang lebih baik...
Mampu dan maukah kita membukakan kesempatan bagi mereka?

Wednesday, December 30, 2009

Sekolah Batin Brian - Sekolah Kehidupan

6 bulan lalu, anak saya Brian tamat TK dan mestinya masuk SD.
Problemnya, umurnya belum lagi 6 tahun dan saya sepakat dengan istri untuk tidak memaksakan dia masuk SD seperti kakaknya yang berangkat pagi pulang sore.
He was just too young to handle such activities
Jadinya, sembari menunggu tahun depan, kami masukkan dia ke sebuah SD negeri, tak jauh dari kompleks tempat kami tinggal.

Ada banyak SD negeri yang bagus-bagus – saya percaya itu
Tapi karena tujuannya memang hanya untuk mengisi waktu, pilihannya jatuh pada SD terdekat dari rumah kami.

Begitu melihat fisik bangunan SD itu yang cukup menyedihkan, awalnya saya sempat ragu. Bisa belajar apa dia dengan keterbatasan seperti itu?
Tapi mengingat dia hanya akan berada kurang dari setahun disitu, apalagi tempatnya relatif aman karena masuk lorong, no problem lah. Paling tidak Brian tidak bosen dirumah.

Alhasil…jadilah dia bersekolah di sana, meski sering diledekin kakaknya karena jam belajarnya hanya kurang dari 2 jam saja.
Secara umum sih perhatian gurunya memang tidak seintens perhatian guru disekolah kakaknya, tapi so far not bad lah.

Yang unik adalah alat tulisnya yang hampir tiap hari berkurang satu.

Kemarin, saat saya tanyakan ke Brian, jawabannya sungguh menohok hati saya.
Ternyata alat tulis itu diberikan ke teman-temannya!

Dari ceritanyalah saya baru tahu bahwa teman-temannya sebagian besar berasal dari keluarga tak mampu. Ada yang ibunya jadi pembantu harian, ada yang bapaknya sopir angkot.

Istri saya yang tiap hari menjemput juga cerita kalau kadang ada dari ibu anak-anak lain yang untuk beli beras pun bayarnya pakai koin semuanya. Karena ternyata suaminya polisi cepek.

Fakta itu bikin saya tersadar.
Betapa sering kita berinteraksi dengan mereka tanpa pernah berpikir bahwa mereka juga orang tua yang punya satu dua anak dirumah yang menjadi tanggung jawab mereka.
Seringkali kita jengkel terhadap polisi cepek yang lagaknya kayak preman kampong tanpa melihat lebih jauh bahwa boleh jadi mereka begitu karena pusing mikirin besok bisa beli beras atau ngutang lagi.

Ahhhh..
Siapa sangka justru disekolah kumuh itu, bukan hanya Brian – tapi juga kami - yang bisa belajar tentang kehidupan

Monday, March 21, 2005

TENTANG ONANI & SIDANG YANG TERHORMAT

Onani......
Orang dulu menyebutnya meracap, istilah yang lebih canggihnya: masturbasi.
Dari bahasa Inggris Masturbation tentunya.
Jamannya saya sekolah dulu teman teman malah memakai istilah yang lebih aneh lagi; lima kosong satu.
Tapi apapun sebutannya, artinya adalah menggunakan tangan untuk memperoleh kepuasan genital sesaat ataupun bersaat-saat kalau onaninya diulang-ulang.
Jadi intinya adalah masalah kepuasan seks.

Namun bukan karena perkara puas atawa tidak puas semacam itu sehingga Angelina Sondakh , Indria Octavia Muaja, Mirian Sofyan Arif, dan Anita Jacobah - keempatnya adalah anggota dewan perwakilan rakyat - lantas mengadukan Permadi ke komisi etik DPR dan menuntut permintaan maaf dari sang paranormal.

Yang bikin keempatnya meradang adalah Permadi tanpa sungkan menggunakannya di dalam sidang paripurna dewan yang - konon - terhormat itu.
" Sebab, kata tersebut dianggap tidak etis dan asusila," tulis mereka dalam siaran pers yang diedarkan di DPR/MPR hari Jumat kemarin.

Sampai kini belum ada tanggapan dari Permadi soal tuntutan ini. Mungkinkah setelah memakai istilahnya kini Permadi lagi asyik masyuk mencobanya? Atawa malah sedang sibuk latihan perang karena kemaren dengan penuh nafsu dan tanpa otak dia meminta negara kita untuk segera menyerang Malaysia karena kisruh Ambalat?

Jawabannya - seperti kata Ebiet - mari kita tanyakan pada rumput yang bergoyang. Kalau ini goyangannya pasti karena ditiup angin bukan karena onani.

Wednesday, March 09, 2005

Bekal Ke Ruang Angkasa

Image hosted by TinyPic.comMari kita berandai-andai.....
Sekiranya tuan mendapat kesempatan ikut program luar angkasa, kira-kira bekal apa yang akan tuan bawa serta?

Masih bingung mikirin jawabannya?
Kalau iya, mungkin tuan bisa meniru kita orang punya saudara-saudara dari Malaysia.
Dalam space project, kerja sama antara Malaysia dengan Russia jang dijadwalkan di Oktober 2007 nanti, mereka sudah pula berencana membawa roti cane, sambal belacan dan teh tarik. Untuk pakaiannya pun tak kalah unik: batik!

Ini bukan melucukan! Ini perkara serius!
Kalau tuan tiada percaya, tuan boleh baca khabar lengkapnya di sini

Monday, March 07, 2005

PEMBANTU*

Pembantu!
Kira kira apa yang pertama kali terbetik dibenak anda sewaktu kata ini disebut?
Sedih karena ketidakberdayaan mereka?
Jengkel karena ada segelintir dari mereka yang 'belagu'?
Seperti pengakuan seorang penyiar wanita disebuah radio untuk perempuan di Jakarta, 'mereka gak boleh dikasih hati deh, pasti ujung-ujungnya jadi belagu!!'
Seperti itu kah????

Tetapi bagaimanapun - buat saya - selalu saja ada rasa miris setiap kali mendengar cerita kehidupan mereka. Getirnya hidup mereka. Jalan gelap berliku tanpa ujung yang harus mereka tempuh. Pahit sungguh. Apalagi kalau itu diukur dari standar hidup 'kita'.

Coba bayangkan, hanya untuk memperoleh 200-400 ribu rupiah perbulan, mereka harus membanting tulang bahkan sejak kita masih lelap bermimpi. Pun sampai ketika kita sudah jatuh pulas tertidur, mereka masih saja bekerja.
Apalagi kalau keluarga tempat mereka berbakti punya anak kecil! Ketika si kecil menangis dimalam hari, ada kalanya dalam rehat tidur yang hanya sebentar itu mereka yang masih harus ikut bangun menyiapkan sebotol susu. Begitu terus tanpa henti. Dari Senin sampai Senin lagi. Tanpa kejelasan kapan roda nasib mereka bergulir.

Bandingkan dengan 'kita'.
Sehari paling banter kita bekerja 8 jam, sebagian mungkin bekerja 12 jam sehari.
Tapi di Sabtu dan Minggu kita bebas. Setiap tahun kita berhak cuti. Dengan gaji tetap dibayar pastinya!. Ketika hari raya tiba, ada THR yang menanti. Ada tunjangan kesehatan, pesangon atau dana pensiun. Ada standar gaji minimal. Dan masih banyak kemudahan lain. Bahkan untuk para buruh sekalipun.

Tapi entah kenapa, sampai sekarang belum pernah ada yang namanya batas upah minimum pembantu. Belum pernah ada kabar pembantu yang pensiun. Belum pernah ada aturan yang mengharuskan pembantu bekerja 40 jam seminggu atawa 8 jam sehari dengan konsekwensi bahwa setiap kelebihan jam akan dihitung sebagai over time!
Belum pernah ada!

Padahal jumlah mereka yang terpaksa melakoni profesi ini tak terbilang banyaknya. Dan andai saja dibikin partai, akan ada banyak pembantu yang duduk jadi anggota dewan yang terhormat.

Pernahkah dalam waktu sesaat saja sempat terbersit dibenak kita memikirkan tentang nasib mereka. Menyadari bahwa sebagian dari keberhasilan kita adalah karena andil mereka.

Hari ini, menggoreskan tentang mereka disini, ditempat yang mungkin bahkan takkan dibaca orang. Ada rasa bersalah yang timbul. Bahwa saya sendiripun tak banyak berbuat untuk mereka. Padahal jasa mereka sungguh tak terhitung.

Untuk Wiwin, pembantu saya dirumah:
Maaf Wiwin, hanya ini yang bisa saya berikan.
Ucapan terima kasih, upah tak seberapa dan sepotong doa semoga kelak anak cucumu tak lagi menjalani garis hidup seperti kamu.
You are the wind beneath our wings**

* ditulis setelah membaca berita ini
** dari lirik lagu Wind Beneath My Wings

Sunday, March 06, 2005

FAREWELL (AGAIN???) TO WAJANG WINDOE

Dalam tempo tiga bulan, sekali lagi saya mesti mengucapkan selamat tinggal buat tempat kerja saya.

Kali ini giliran Magma Nusantara Limited (MNL) yang akan saya tinggal.

Kontrak pendek saya sebenarnya baru akan berakhir di 30 April nanti, tapi pihak offshore Singapore sudah meminta saya untuk segera kesana paling lambat di minggu pertama April. Apa boleh buat, dengan berat hati, pemandangan hamparan kebun teh hijau nan luas terpaksa ditinggal.

Takkan ada lagi tea walking dini hari berbasah-basah dalam baluran embun saat perjalanan dari village ke power plant, takkkan ada lagi bulutangkis dua kali seminggu atau pertandingan futsal penuh canda, takkan ada lagi kabut putih muram yang menggelayut di bibir jendela rumah kayu nan eksotis. Atau malah cerita-cerita seram tentang penampakan seorang wanita cantik di beberapa housing di village.
I will miss them all.

Sekadar sebagai kenang-kenangan, ini sebagian dari beautiful scenery di sana:

Klik oentoek memperbesar Klik oentoek memperbesar
Klik oentoek memperbesar Klik oentoek memperbesar
Klik oentoek memperbesar Klik oentoek memperbesar

Monday, February 28, 2005

WORLD JUMP DAY

Mungkinkah kalo 600.000.000 penduduk daripada bumi daripada kita tercintah ini pada kala yang sama, pada tempat tertentu, meloncat berbarengan akan menyebabkan bola dunia ini bergeser keluar dari orbitnya?

Pertanyaan daripada itu yang akan coba dijawab pada hari ke 20 di bulan Juli tahun 2006. Kalo tuan ada butuh waktu yang lebih tepat lagi, di jam 11.39.13 GMT.



Sampai sekarang, saat tulisan ini dirangkai, sudah ada 61.601.441 orang yang mendaftar untuk turut ambil bagian dalam kegiatan iseng ini.

Bagaimana?
Tuan ada minat?
Silakan buka di sini

Saturday, February 26, 2005

Pasien Serangan Jantung Dipindahkan Dari UGD demi Michael Jackson

Baru aja surfing internet dan nemu berita ini:
Heart Attack Victim Moved for Michael Jackson

Manuela Gomez Ruiz, seorang nenek berusia 74 tahun, yang sedang dirawat di unit gawat darurat Marian Medical Center di Santa Maria, California akibat serangan jantung, meninggal dunia setelah dipindahkan dari ruangan karena tempatnya akan dipakai oleh Michael Jackson yang sedang flu.

Manuela, saat itu sedang dibantu pernapasannya memakai ventilator di unit gawat darurat, ketika Micahel Jackson datang. Untuk memberi ruangan pada sang superstar, pihak Marian Medical Center mematikan mesin ventilator, lalu memindahkan sang nenek keruangan lain yang lebih kecil.

"Padahal saya melihatnya (Jackson) berjalan sendiri ke UGD tanpa perlu bantuan" ujar Anna Ruiz, menantu Manuela. Pihak keluarga Manuela kini telah menyewa pengacara untuk menuntut pihak klinik dan Michael Jackson.

Posting Directly from Photobucket!

Untuk pengguna photobucket yang barangkali belum tahu, sekarang sudah bisa posting langsung ke blogger. Directly from photobucket!

Ini jaman rupanya memang jamannya weblog.
Semakin lama semakin mudah saja untuk blogging.
Jadi buat yang belum lagi punya blog atawa masih jom-blog (istilah apa lagi ini????) cepatan deh bikin blog.
Yang aseli bikinan sendiri.
Come on, express yourself!

Dan yang penting, jangan mau terprovokasi sama oknum yang ngakoenya konon pakar komputer tapi 'negative thinking' sama perkembangan komputer.
Yah .......
Ente tau lah siapa dia, gak perlu disebutin lagi namanya disini
hehehe......



Tapi biar bagaimanapun supaya tetap fair, disini saya cantumin list dari beberapa 'bahaya blogging':







mau tau lebih banyak tentang blog?
silakan download powerpoint presentationnya di sini

Monday, January 31, 2005

JANGAN MENANGIS LAGI, ACEHKU! (3)

ADEGAN 1

Sepasang mata polos kanak-kanak, binarnya tak pudar oleh derita.
Tersenyum mendekati mobil yang kami tumpangi.
"Ferry Irawan" Jawabnya ketika saya menanyakan namanya.
Sekarang dia hidup di penampungan, tinggal berdua dengan kakak perempuannya.
Setelah gelombang itu membawa ayah, ibu dan adik bayinya kepelukan Sang Maha Tinggi.
Tak banyak perubahan ekspresi di wajah kurusnya ketika menuturkan tragedi itu.
Datar.
Kuat.
Terlalu kuat untuk seorang anak sembilan tahun.

Lalu saya jadi teringat betapa rapuhnya saya ketika Agustus lalu Bapak saya yang berpulang. Dan serta merta merasa malu.


ADEGAN 2

Duduk di warung itu, menikmati semangkuk Mie Aceh yang panas mengepul.
Melepas lelah sesaat sembari membolak balik halaman Serambi Aceh yang berisi deretan foto-foto orang hilang.

Kemudian foto sepasang anak kecil itu merampas perhatian saya.
Umur mereka baru tiga tahun.
Sebaya dengan Farrell, anak pertama saya.
Pasti sedang 'nakal-nakal'nya.
Tentu lagi lucu-lucunya
Nikmat terindah yang pernah dititipkan Toehan
Kita dekap erat tak mau lepas
Namun dalam hitungan menit lenyap dari pandangan.
Hilang tak tentu rimbanya.

Semakin dalam saya merenung terasa semakin berat beban itu.
Beban yang mesti ditanggung mereka yang kehilangan anaknya.

Setiap malam, ketika gelap itu menjelang, dimana kamu tidur, Nak?
Ketika hujan mengguyur tanah yang sekarat, dimana kamu berteduh, Nak?
Ketika dinginnya membuatmu menggigil, siapa yang akan memelukmu?
Juga ketika kamu menangis ketakutan dan kelaparan,
Siapa yang akan menenangkan dan memberimu makan?


Mendadak Mie Aceh yang lezat itu tak lagi terasa nikmat......

Wednesday, January 19, 2005

BENARKAH CINTA TAK SELALU HARUS MEMILIKI?

Duduk di depan komputer, menghabiskan hari dengan surfing internet.
Bosan sendirian.
Rasanya seperti kembali ke memori Ocean Baroness.

Hanya saja kali ini pemandangannya bukan lagi biru laut
Yang terhampar sejauh mata memandang.
Bukan pula riak gelombang yang membuat rig berayun perlahan

Sebagai gantinya kini adalah hamparan kebun teh luas menghijau
Jalan mendaki yang berkelok-kelok
Pipa panyang warna keperakan membentang melintasi perkebunan
Dan kabut yang terkadang turun membuat segalanya menjadi begitu putih
Begitu muram dan begitu dingin.

Mestinya ini bisa jadi liburan yang menyenangkan
Tidur pulas dibalik selimut tebal dengan heater yang diset medium
Nongkrong sambil ngobrol ngalor ngidul dengan teman-teman baru.
Menikmati secangkir kopi susu dan indomie hangat.
Mestinya ini bisa jadi surga

Tapi sepulang dari Aceh kemaren
Yang jadi seperti pesta reuni
Tempat berkumpul lagi dengan sobat-sobat lama
Yang kali ini datang dengan bendera beragam
Tapi tetap orang-orang yang sama
Orang-orang 'gila' yang lebih bahagia tidur dimana saja bisa merebahkan tubuhnya.
Pulas beralas sleeping bag dan berselimutkan mosquito repellent
Orang-orang yang merasa berarti kaloae bisa berbuat untuk orang lain.

Membuka mata dan hati saya kalau saya masih cinta dunia itu.
Itu habitat saya
Dunia bebas tanpa basa-basi
Tanpa batas absurd atasan-bawahan
Saya cinta semua itu.
Dan rasanya saya ingin memiliki dunia itu
Selamanya ada disitu
Tapi apa mungkin?

Benarkah cinta tak selalu harus memiliki?

Tuesday, January 18, 2005

JANGAN MENANGIS LAGI, ACEHKU! (2)

Rencana buka pos kesehatan selama lima hari di Pulau Nasi, akhirnya dibatalkan. Dengan hanya 500 jiwa tersisa. Mereka tidak kekurangan air bersih, persediaan makanan cukup(di kantor koramil tempat kita buka pos kesehatan masih ada sekitar 20-an karung beras), dan sebagian yang sakit berat sudah di evakuasi ke Banda Aceh atas inisiatif Danramil. Kami pun hanya membuka pos kesehatan selama satu hari, kemudian menitipkan obat-obatan pada 2 orang penduduk pulau yang kebetulan mahasiswi akademi perawat.

Teman-teman agak agak kecewa sebenarnya. Karena kita membawa persediaan yang cukup untuk 5 hari. Bahkan tadinya direncanakan untuk membuka pos kesehatan berlanjut. Tapi problem klasik di daerah bencana rupanya juga terjadi di Aceh. Bahkan lebih parah. Tidak ada informasi yang akurat tentang kondisi Aceh setelah Tsunami!.
Permintaan Satkorlak Pengendalian Bencana dan Pengungsi untuk mengirim kita ke Pulau Nasi ini misalnya. Sama sekali tidak didasari data yang akurat. Ketika diperintahkan berangkat, saya sebenarnya sudah ngotot untuk minta gambaran kasar kondisi disana. Tapi Satkorlak tidak punya data. Baru setelah tanya kiri kanan ke orang lain, kita bisa punya informasi tentang P. Nasi, itupun kondisi pra-bencana.
Akhirnya terjadilah yang ditakutkan. Kita nembak lalat pakai meriam!. Tim yang berangkat ke P. Nasi membawa 1 dokter bedah, 1 dokter Anak, 1 dokter Penyakit Dalam, 2 dokter umum, 2 mahasiswa FK (UI dan Unsyiah) serta 1 perawat, cuma untuk mengobati 60 orang yang sakit ringan, sebagian malah hanya datang minta vitamin!

Lebih aneh lagi, ketika kita memutuskan pulang, dengan pertimbangan tim ini terlalu mubasir untuk bertahan di P. Nasi sementara masih banyak daerah lain kekurangan tenaga, begitu sampai di Banda Aceh, orang yang mengirim kita, dengan bersungut-sungut mengeluh: "Waduh! saya bisa dimaki Panglima ini!"
Lha???????
Anda kesini untuk menyenangkan Panglima atau nolong korban Tsunami???
Satu lagi problem klasik manajemen bencana tuh, ada sebagian orang yang hanya memperhitungkan publisitas dan ABS! Perkara bantuannya sampai sasaran atau nggak soal belakang, yang penting dia bisa berkoar ke petinggi kalo sudah ngirim satu tim komplit ke Pulau Nasi!!!
Bullshit!



Kecewa dengan Disaster Management Support yang berantakan di Banda Aceh, saya kemudian memutuskan untuk tinggal di Banda Aceh dan membantu teman-teman mempersiapkan tim-tim yang akan berangkat supaya tragedi P. Nasi tidak terulang.

Kesimpulan kita sampai hari ke 16 pasca Tsunami, belum ada data akurat tentang pos-pos pengungsi, Incident Commander tidak berjalan, koordinasi kacau. Semestinya Satkorlak sebagai Incident Commander tahu persis dimana lokasi yang membutuhkan bantuan, sudah ada berapa tim yang kesana, masalah apa saja yang belum teratasi, tapi kenyataannya?

Pengalaman lucu lagi terjadi saat saya menemani relawan dari Korean Medical Association (KMA), karena gak dapat informasi yang jelas dari Satkorlak, kita berkeliling Banda untuk mencari pos yang belum atau tidak tertangani. Sampai di RS Malahayati, kelihatannya RS itu belum beroperasi, hanya ada satu spanduk LSM kesehatan - sebut saja LSM Blablabla - yang terpasang disana, karena tim Korea ini sudah siap bekerja akhirnya kita minta ijin aja sama LSM tersebut untuk bekerja sama mengoperasikan RS Malahayati.
Sama komandannya dijawab: "Boleh saja bergabung dengan kita, tapi dengan beberapa syarat; pertama RS ini akan beroperasi dengan nama RS. Malahayati-Blablabla, kedua: untuk kali ini tim Korea boleh bergabung, selanjutnya cukup kasih bantuan peralatan medis dan peralatan RS saja, seperti meja operasi, mesin anestesi, tempat tidur dan lain-lain, ketiga: tim Korea harus memutuskan kerja samanya dengan IDI dan bekerja dibawah bendera kita!"
Gila!
Ini orang datang ke Aceh untuk cari nama rupanya!
Kalau memang pengen ganti nama RS dengan nama LSMnya, tanggung mas, kenapa gak ke Meulaboh aja, kangkangi tuh seluruh Meulaboh dan ganti nama kotanya jadi kota Meulaboh-Blablabla!
Sengaja tidak saya pasang nama LSMnya disini, karena saya percaya gak semua anggotanya brengsek seperti si komandannya itu. Anggap saja ini penghargaan untuk mereka.

Tapi yang jelas karena penolakan itu, tim Korea batal masuk ke Malahayati dan sampai hari Selasa, 12 Januari, 2 hari kemudian, saat saya meninggalkan Banda Aceh, Malahayati belum juga beroperasi!.

Monday, January 17, 2005

JANGAN MENANGIS LAGI, ACEHKU!

Apa lagi yang bisa dituliskan tentang negeri indah yang kini poranda di terjang bencana ini?
Terlalu banyak duka di sini
Terlalo banyak air mata
Terlalu banyak mayat-mayat korban yang bergelimpangan
Terkapar membusuk di puing-puing runtuhan bangunan.
Terlalu banyak anak-anak yatim-piatu
Terlalu banyak!
Sementara terlampau sedikit yang bisa kita bikin untuk mereka!


Januari hari ke dua...
Pesawat Merpati yang disewa BUMN Peduli menerbangkan saya di atas langit Aceh yang gulita.
Tak banyak kerlip lampu dibawah sana.
Sungguh kontras dengan Jakarta yang 6 jam lalu kita tinggalkan
Negeri ini sekarat diterjang Tsunami.
Dan ketika pesawat menjejakkan rodanya di Bandara.
Tak ada aktifitas khas bandara. Yang biasanya memanjakan kita.
Bandara ini masih utuh saja sudah untung.

Saya dan ketiga teman pun bergegas memanggul ransel.
Mengurusi obat-obatan dan peralatan medis yang kita bawa. Tapi mesti tidur di apron bandara. Karena menurut teman yang lebih dulu masuk, jalur Blangbintang-Banda Aceh tak aman di malam hari.
Padahal waktu kita sampai saja sudah jam 12 tengah malam.
Malam pertama di Aceh pun dihabiskan dengan memandangi langit. Dalam pelukan hangat sleeping bag. Sambil berpikir apa yang bisa kita perbuat besok.

Esoknya, dalam perjalanan ke Banda Aceh, baru kita lihat betapa luluhlantaknya kota ini. Kuburan massal yang masih menebarkan bau bangkai di Lambaro. Tubuh-tubuh telanjang tak bernyawa di jalan-jalan dan sungai. Pante Pirak - bangunan pertama yang runtuh diguncang gempa. Masjid Raya yang dipenuhi sampah lumpur dan mayat. Rumah toko tiga lantai yang lantai satunya amblas ke tanah. Debu beterbangan bercampur dengan air mata haru yang mengalir tak tertahan.



Hasil musyawarah dengan teman-teman di RS. Kesdam, saya dan rombongan diminta ke Pulau Nasi, tak jauh dari Sabang. Perjalanan dengan perahu memakan waktu satu setengah jam dari Peunayong. Melewati Pasar Aceh yang terlihat seperti ground zero bekas ledakan bom. Ada dua perahu kayu yang hanyut dibawa gelombang hingga ke daerah pasar. Bangunan-bangunan runtuh, sebagian rata dengan tanah. Mayat-mayat lagi-lagi bertebaran. Sebagian sudah dalam body bag. Tapi masih menebarkan aroma khasnya.
Tentang mayat-mayat ini, bekas boss dan guru saya, Prof. Aryono Djuned Pusponegoro, ketika bersua di Kesdam punya komentar tersendiri:
"Gua udah kemana-mana, di hampir semua bencana di belahan dunia, tapi hanya disini gua liat begitu banyak mayat!"
Sampai di sungai Aceh, yang kita susuri, masih banyak tubuh-tubuh membusuk itu dijumpai.



Keluar ke laut, tak ada mayat lagi. Tapi kapal kayu kecil itu mulai menari dipermainkan ombak. Awalnya perlahan, makin ketengah makin besar. Ombak-ombak setinggi 1-1,5 meter bergantian menerpa.

Dulu, hampir setiap 2 minggu saya pasti melintas selat Makassar. Dari Rig ke Balikpapan atau sebaliknya. Tapi kini suasananya lain. Ombaknya lebih besar, tak ada life yacket dan satu-satunya benda yang bisa dipakai untuk mengapung hanyalah sebuah ban mobil yang terikat kuat di atap perahu. Satu ban itu saja, untuk sekita 30-an penumpang perahu.

Tapi awalnya saya tenang-tenang saja. Juga ketika perahu makin kuat bergoyang. Mungkin memang biasa begini. Itu saja yang terpikir. Tapi sewaktu beberapa penumpang warga pulau mulai menangis. Sebagian mulai syahadat. Baru sadar kalau ini bukan kondisi biasa. Syukurlah akhirnya kita selamat sampai di Pulau Nasi.

Pulau Nasi kecil, kelilingnya sekitar 25 kilometer. Dulu bekas daerah persembunyian GAM tapi sekarang sudah 'bersih'. Cerita Danramil setempat. Ada 5 Desa disana. Penduduknya sekitar 1500 jiwa. Setelah Tsunami, 2 desa habis. Sebagian penduduk sudah mengungsi ke Banda Aceh. Kini yang tersisa hanya sekitar 500 warga.
(bersambung)

foto-foto diambil dari www.plan-uk.org

Monday, December 13, 2004

THANK YOU!

My tea's gone cold, I'm wondering why I got out of bed at all
The morning rain clouds up my window and I can't see at all
And even if I could it'd all be grey, but your picture on my wall
It reminds me that it's not so bad
It's not so bad
I drank too much last night, got bills to pay
My head just feels in pain
I missed the bus and there'll be hell today
I'm late for work again
And even if I'm there, they'll all imply that I might not last the day
And then you call me and it's not so bad
It's not so bad and

I want to thank you for giving me the best day of my life
Oh just to be with you is having the best day of my life


(taken from Dido's song Thank You - No Angel album)



Terima Kasih, Baroness
Terima Kasih, Unocal
Terima Kasih, Pertamedika


Terima Kasih Mick Watters, Jay Wade, Gusti, Budar, Irlan, Oom Moses, Pak Wempy Yesnat
Terima Kasih galley dan seluruh stafnya
Terima Kasih Pak Boyran, Trevor Forbes
Terima Kasih Accang, Yauri, Ical, Adi, Nicko, Benny
Terima Kasih Remote Area Services Rumah Sakit Pertamina Balikpapan
Terima Kasih Balikpapan
Terima Kasih Manggar, Batakan, BC
Terima Kasih Klinik Bunda


Terima Kasih Tonna, Anda, Bu Haji
Terima Kasih Dr. Krigovsky, Dr. Wis, Dr. Syamsul
Terima Kasih Smith, Pak Anton, Nono

Terima Kasih Tuhan

Untuk semua episode manis getirnya kehidupan rig dan romantika hidup kuli minyak
Yang telah dibagi bersama.
Terima Kasih

Untuk semua salah dan dosa yang tercipta
Mungkin tanpa disadari dan pasti tidak disengaja
Hanya Maaf yang bisa saya mohonkan

Selamat Tinggal, Baroness!
Be Safe, as usual!

Saturday, December 11, 2004

HOW OLD IS TOO OLD?

How old is too old?
Pertanyaan itu kerap mengisi benak saya dalam beberapa hari ini.
Berawal dari bincang santai dengan seorang sahabat yang lama hilang tak tentu rimbanya. Dulu saya satu kampus dengannya. Selepas kuliah pun masih sempat sama-sama luntang-lantung di Jakarta. Sebelum dia memutuskan untuk mengabdi di daerah terpencil, saat saya masih asyik dibuai gemerlap Jakarta.

Lama setelah itu saya kehilangan kontak dengannya. Sampai suatu ketika mendadak dia menelepon. Ketika mendengar suaranya dari seberang sambungan telepon, pertanyaan yang remeh-remeh khas dua sahabat yang lama berpisah pun terlontar. Termasuk pertanyaan standar dokter umum: Kapan sekolah (spesialis) lagi?

"Saya memutuskan nggak lanjut spesialis" ujarnya. Kalau begitu pasti S-2, tanya saya lagi. Jawaban berikutnya yang cukup mengagetkan saya.
"Saya merasa terlalu tua untuk sekolah"

Terlalu tua untuk sekolah?
Kok rasanya saya jadi jengah mendengar kalimat itu?
Kalaupun sekarang saya juga sudah memilih untuk tidak jadi spesialis, alasannya sama sekali bukan itu. Sederhana saja. Saya belum punya cukup tabungan untuk sekolah spesialis, yang semakin hari semakin tak terjangkau. Itu saja. Kalaupun - jika bisa berandai-andai - mendadak saya kejatuhan duit dari langit, bisa dipastikan Januari nanti saya sudah akan sibuk mengurus berkas untuk sekolah. Mungkin bukan sekolah spesialis, bisa jadi S-2 tapi yang jelas saya sampai saat ini belum pernah merasa terlalu tua untuk sekolah.

Percakapan itu membuat ingatan saya menerawang ke sebuah artikel yang pernah saya baca di sebuah majalah asing. Tentang seorang penderita Diabetes Mellitus yang memilih belajar menjadi dokter untuk mengobati Diabetes.
Menurut Anda biasa saja? Banyak kisah seperti itu?
Buat saya yang membuat cerita itu menjadi luar biasa adalah karena Richard Bernstein - sang pasien Diabetes itu - memilih kuliah kedokteran di Albert Einstein College of Medicine saat ia berumur 45 tahun! Dan dia tak berhenti sampai disitu. Sekarang dia adalah salah seorang spesialis Endokrinologi dan Diabetes terkemuka di Amerika. Bukunya, Diabetes Solution menjadi best seller di sana.
Kisah Bernstein adalah kisah tentang semangat pantang menyerah.
Semangat untuk terus maju dan tak gampang merasa puas dengan apa yang telah diraihnya. Sebelum sekolah lagi, Bernstein adalah seorang insinyur. Dan pekerjaannya itu cukup menjaminnya dari segi finansial. Istrinya dokter, jadi bisa merawat penyakitnya. Tapi semua itu tidak membuainya. Ketika keinginannya untuk kembali sekolah timbul, tanpa ragu dia melangkah.

Jadi sobat ....................
Belajar dari Bernstein, how old is too old?

Tuesday, November 16, 2004

KETIKA UJIAN RAMADHAN TIBA

Beberapa bulan silam, ketika chatting dengan seorang sahabat saya yang telah 5 tahun menetap bahkan beralih kewarganegaraan di negeri Belanda, kalimat ini sempat terucap.
"Saya senang karena disini situasi sangat kondusif, gak ada diskriminasi, Belanda adalah negeri yang sangat toleran menghargai perbedaan"
Ucapan itu dilontarkannya menyusul pertanyaan seberapa besar peluang bagi saya dan keluarga saya kalo mencoba peruntungan ke sana.
Dengan nada yang penuh semangat kolega saya menghujani negeri barunya itu dengan pujian.

Namun sekitar dua hari lalu, ketika kami kembali bertukar kabar melalui layar mesin cerdas komputer, nada optimis itu hilang ditelan kegalauannya.
Menyusul tewasnya Theo van Gogh, cucu dari maestro Belanda Vincent van Gogh, suasana sontak berubah.
Rentetan pembakaran Mesjid dan sekolah Islam laksana awan gelap yang memayungi situasi kondusif dan penuh toleransi seperti yang pernah digembar-gemborkan sahabat itu.

Sayang memang. Bahwa karena seorang Muslim berdarah Maroko-Belanda membunuh Theo van Gogh, serta merta semua umat Muslim di Belanda lantas dicap bersalah dan harus menerima akibatnya.

Sebagai manusia beradab saya mengutuk tindakan pembakaran itu, seperti juga saya mengutuk pembunuhan Theo van Gogh. Terlepas dari fakta bahwa Theo - dalam berbagai tulisan dan karyanya entah kenapa selalu menjadikan Islam sebagai sasaran - namun kekerasan apalagi pembunuhan tidak lantas menjadi jawabannya.
Kekerasan atas alasan apapun mestinya tidak mendapat tempat di muka bumi ini!

Hari ini hati saya menangis. Darah saya mendidih membaca berita pembakaran itu. Tapi ini tidak harus membuat saya menganggap semua Orang Belanda biadab.
Kedewasaan. Semangat berdamai. Dan kesediaan untuk membuka mata hati bahwa justru perbedaanlah yang membuat dunia ini lebih indah. Itu semua yang kita perlukan menanggapi kasus ini.

Semoga saudara-saudara kita di Belanda bisa berlapang hati. Semoga Ramadhan 30 hari penuh bisa mengajari kita untuk mampu mengendalikan hawa nafsu. Termasuk dendam dan amarah pastinya.
Dan semoga pihak-pihak yang membakar dibuka mata hatinya. Untuk melihat Islam secara lebih proporsional.

Amin.

Sunday, November 14, 2004

SEBUAH EPISODE EID UL-FITR

Dini hari sebelum berangkat ke tempat kerja, sepotong dialog di sebuah rumah sederhana di Balikpapan,

Bapak: "Ayo nak kumpul dulu, bapak mo ngasih ini"
(sembari membagikan duit ke anak-anaknya)
Anak: "Kenapa sih mesti begini Pak? Bapak gak usah bagi duit juga kita senang. Bapak mo pergi lagi ya?"
Bapak: (terdiam sesaat tanpa mampu berkata-kata)
Anak: "Kapan kita bisa kumpul di hari raya Pak? Bukan uang yang kita mau, tapi bapak ada disini bersama kami"
Bapak: (masih diam dengan mata yang berkaca-kaca)

(Hening memaku)

Bapak:"Ya sudah, ambil saja dulu ini, bapak sudah mo ketinggalan pesawat" (dengan suara serak menahan tangis)"Hati-hati ya di rumah"

Masih dengan mata yang basah bapak itu menuturkan kisahnya tadi saat saya duduk bersebelahan dengannya dalam pesawat carteran yang membawa kami mengangkasa melintasi Balikpapan-Tarakan.
"Ini Idul Fitri kesekian kalinya saya tak dirumah, kalau dulu kakaknya masih ada buat menemani dia, tapi sekarang kakaknya sudah kuliah di Jawa"

Satu keluhan klasik kuli minyak di rig lepas pantai.
Tapi tiap kali mendengarnya tetap saja ada yang berat menghimpit di dada
Kali ini pun saya hanya bisa menelan ludah.
Mencoba membasahi kerongkongan yang mendadak terasa seret.
Ikut tercenung dengan mata yang perlahan mulai ikut basah.

-------------------------------------------------------------

Buat yang ada di darat dan bisa berkumpul dengan sanak keluarga
Juga buat yang mesti berada nun di sana jauh dari rumah karena suatu sebab,
Dihari yang fitri ini
saya hanya bisa mengucapkan:

Selamat Hari Raya Idul Fitri
Taqabalallahu minna wa minkum


Semoga kita semua masih diberi kesempatan bertemu Ramadhan berikutnya

Wednesday, November 10, 2004

TEMASEK, HERE I COME!

Setelah terombang ambing ketidakpastian seminggu terakhir, titik terang keliatan mulai terbuka. Dua hari belakangan memang saya lagi gencar-gencarnya negosiasi dengan sebuah perusahaan offshore dari Singapore. Dan kemaren, alhamdulillah, tawaran untuk bergabung itu tiba jua.
Memang masih ada beberapa hal yang perlu klarifikasi, tapi secara umum saya puas dengan tawaran mereka yang jelas diatas rata-rata standar salary negeri kita. Meski untuk ukuran 'sono' jelas masih jauh dibawah. Anyway, this is my second overseas job offer. Dan kalo yang kemaren, peluang kerja di Emergency Room sebuah Rumah Sakit di Saudi Arabia itu saya tolak, kali ini bolehlah untuk dicoba. Toh pertengahan Desember saya resmi jadi penganggur :p


Kalo tiada aral melintang, mulai akhir Desember saya akan bergabung dengan mereka. Lingkungan kerja baru, orang baru, tugas baru, tantangan baru ....... aaahhh adrenalin saya rasanya mulai mengalir.
Temasek, here I come!

Monday, November 08, 2004

RESIGN

Mulai pertengahan Desember 2004 nanti, saya resmi mengundurkan diri dari tempat mencari nafkah selama ini. Tanpa terasa satu setengah tahun telah berlalu.
Satu setengah tahun yang menyenangkan. Belum lama memang. Masih sangat singkat malah! Dan rasanya masih asyik saja bekerja bareng kuli-kuli minyak yang sangat bersahabat itu. Tapi perbedaan prinsip antara saya dan pihak yang mengupah saya kelihatannya tidak bisa dihapus lagi. Walhasil, putusan mesti diambil. Dan saya memilih untuk mundur dari sini.

Ada beberapa hak-hak saya sebagai kuli yang - menurut saya - belum juga dipenuhi. Hak-hak yang -lagi-lagi menurut saya - harus diberikan. Namun meeting terakhir dengan atasan saya tidak memperlihatkan tanda-tanda yang menggembirakan. Padahal sudah cukup lama saya setia menunggu. Pun ketika tawaran untuk pindah ke on-shore di Jawa Barat yang nota bene lebih dekat ke rumah saya datang menggoda. Saya masih bertahan disini. Tak bergeming!

But a man has to do what a man has to do!
Meski berat, mungkin ini malah loose-loose solution, saya tetap merasa harus mempertahankan prinsip. Mungkin dengan mundurnya saya, para majikan saya bisa dapat kuli yang lebih bagus lagi dan tidak 'mbalelo' seperti saya. Namun tentunya harapan saya, semoga mereka bisa mengubah paradigmanya dan mulai melihat pekerja sebagai asset buat usaha mereka. Semoga dengan perubahan pola pandang itu, perlakuan mereka bisa lebih 'manusiawi' untuk semua teman kuli saya yang senasib.
Semoga!

Tuesday, October 26, 2004

PENGANIAYAAN LAGI DI STPDN
Sulitnya Mengubah Tradisi Preman

Kasus penganiayaan praja yunior STPDN terulang lagi. Kali ini korbannya Ikhsan Suheri, calon praja dari Nanggroe Aceh Darussalam. Buntut dari peristiwa ini, menurut Detik.com hari ini, 5 orang praja senior STPDN diperiksa Mapolres Sumedang. Ikut dipanggil dalam pemeriksaan adalah dokter yang bertugas dilembaga itu untuk memberikan keterangan.

Aneh rasanya!
Masih segar di ingatan kita kasus penganiayaan (baca: pembinaan/pen) yang jelas menjatuhkan nama baik lembaga ini beberapa waktu silam, kali ini - seolah gak ada kapoknya - pemukulan kembali terjadi.
Apa nama STPDN memang harus diganti jadi Sekolah Tukang Pukul Dibiayai Negara?
Atau ini memang cermin pendidikan buat para praja yang nantinya akan menjadi among bagi rakyatnya?
Bahwa mereka harus keras, kalau perlu maen gampar, pukul, atau tendang kalo ada rakyatnya yang berbeda paham?
Sebenarnya bahkan ide pembentukan STPDN yang lahir di ORDE BARU pun rasanya sudah tidak sejalan lagi dengan kondisi pasca reformasi.
Kalau hanya untuk mendidik calon pamong, membekali mereka dengan ilmu dan disiplin yang akan mereka perlukan nanti, apa harus dengan cara semi militer?
Yang hanya akan memberikan kesan ekslusif?

Seorang perwira AL, yang kebetulan sekamar sama saya pada saat rekaman video 'pembinaan' di STPDN yang heboh itu ditayangkan, hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Jamannya saya pendidikan militer pun gak sampai kayak gitu" kenangnya.
Padahal mereka adalah tentara, yang memang dididik untuk berhadapan dengan musuh, pilihannya membunuh atau dibunuh. Toh tidak sampai seheboh itu.

Problemnya adalah ketika metode pendidikan militer ditiru oleh yang non-militer, yang ditangkap hanya kulit-kulitnya bukan intisari ajarannya, sehingga kemudian yang ada hanyalah tradisi maen pukul, gampar dan tendang.
Dan itu diperumit oleh sikap pengajar STPDN sendiri yang cendurung melindungi kesalahan anak didiknya.
Seperti tragedi yang menimpa Ikhsan misalnya, disaat awal kejadian ini mulai terkuak, Ketua STPDN, I Nyoman Sumaryadi membantah keras kebenaran peristiwa itu.
"Ikhsan hanya mengalami kecelakaan tertimpa barbel sama sekali tidak ada pemukulan oleh seniornya"
Sikap seperti ini yang hanya akan membuat tradisi barbar itu kian lekat diSTPDN.
Sikap yang akhirnya menyisakan tanya: jangan-jangan staf pengajarnya pun memang setuju dengan pola preman di kampusnya?
Kalau begini, tinggal tunggu saja Ikhsan-Ikhsan berikutnya
Atau malah kabar tentang rakyat yang dianiaya oleh 'centeng' berijazah Sekolah Tukang Pukul Dibiayai Negara.

Sunday, October 24, 2004

10 HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

1. MENYENTUH-NYENTUH DENGAN SENGAJA BAGIAN PAYUDARA SEBELAH KIRI DARI MANTAN PACAR KITA. Sedangkan jika menyentuh bagian payudara sebelah kanan, maka adalah dapat membatalkan puasa juga. sedangkan jika menyentuh kedua bagian tersebut secara bersamaan, maka dosanya menjadi double.

2. TIDUR SIANG DIATAS BADAN ORANG LAIN YANG BUKAN MUHRIMNYA. sedangkan jika tidur siang dibawah badan orang lain yang bukan muhrimnya, maka puasa kita tidak batal, tetapi orang lain yang bukan muhrimnya tersebut puasanya menjadi batal. tetapi, jika kita turut merasa enjoy, maka puasa kita batal juga.

3. MELOMPAT-LOMPAT DI SAAT MENYAKSIKAN FILM PORNO. sedangkan jika kita tidak melompat-lompat disaat menyaksikan film porno, maka puasa kita tetap batal. hanya saja, orang yang melompat-lompat berarti lebih batal.. karena berarti gembira disaat nonton film porno.

4. MELUDAH. meludah adalah batal jika air ludah tersebut mengenai alat kelamin lawan jenis kita. jika air ludah tersebut tidak mengenai alat kelamin lawan jenis, dan diulang terus hingga alat kelamin lawan jenis tersebut akhirnya terkena air ludah dan kemudian menjadi basah, maka puasa kita tetap batal.

5. BERLARI SEKUAT TENAGA. berlari sekuat tenaga menuju rumah pelacuran adalah dapat membatalkan puasa. sedangkan berlari sekuat tenaga tetapi tidak menuju ke tempat pelacuran, tetapi akhirnya kemudian tersasar menuju ke tempat pelacuran dan lalu berhubungan intim dengan salah seorang pelacur, maka puasa orang tersebut menjadi batal. sedangkan orang yang berlari sekuat tenaga lalu terpeleset dan terjatuh diatas pelacur yang tidak mengenakan selembar kain apapun, dan lalu orang tersebut juga sudah telanjang, maka puasanya juga menjadi batal.

6. BERTERIAK-TERIAK WAKTU SIANG HARI. Berteriak-teriak waktu siang hari disaat berhubungan intim dengan lawan jenis adalah dapat membatalkan puasa. sedangkan orang yang mendengar teriakan orang yang berhubungan intim waktu siang hari, lalu orang tersebut mengintip aktifitas tersebut dan merasa enjoy, maka puasa orang tersebut juga menjadi batal.

7. MELEMPAR UANG LOGAM. melempar uang logam sehingga mengenai payudara seorang gadis dan lalu kita mengusap-usap payudara tersebut selama 2 jam karena kasihan terhadap gadis tersebut adalah dapat membatalkan puasa. sedangkan jika uang logam tersebut mengenai payudara seorang gadis dan lalu gadis tersebut meminta kita untuk mengulanginya (sehingga kita menjadi letih dan haus), dan lalu kita minum the botol bersama gadis tersebut dan lalu gadis tersebut mengajak kita untuk berhubungan intim dan kita menyetujuinya, maka puasa kita menjadi batal.

8. MEMPERBAIKI KOMPUTER YANG RUSAK. memperbaiki komputer yang rusak di rumah seorang gadis seksi dan kemudian gadis seksi tersebut menggoda kita untuk berhubungan intim dan kemudian kita tergoda dan akhirnya kita tidak jadi memperbaiki komputer tetapi malah berhubungan intim, maka puasa kita menjadi batal. sedangkan jika kita hendak memperbaiki komputer yang rusak di rumah seorang gadis seksi, tetapi ternyata gadis seksi tersebut tidak memiliki komputer tetapi akhirnya kita memperkosa gadis seksi tersebut, maka puasa kita juga menjadi batal.

9. MEMBACA BUKU PELAJARAN. membaca buku pelajaran tetapi di dalam buku pelajaran tersebut terdapat buku stensil "enny arrow" adalah dapat membatalkan puasa. sedangkan jika di dalam buku pelajaran tersebut tidak terdapat buku stensil "enny arrow", tetapi kita lalu meminjam buku stensil "enny arrow" kepada seorang pelacur dan lalu pelacur tersebut mengajak kita berhubungan intim dan kita menyetujuinya, maka puasa kita juga menjadi batal.

10. DUDUK. duduk sambil makan nasi padang adalah dapat membatalkan puasa. sedangkan duduk sambil menggoda ibu penjual nasi padang, lalu berselingkuh dengan ibu tersebut, juga membatalkan puasa.

Itulah 10 hal yang dapat membatalkan puasa, sebenarnya masih ada satu hal lagi yang juga membatalkan puasa yaitu membaca dengan serius tulisan ini lalu memasukkannya ke hati sambil menikmati segelas orange juice di siang yang panas maka puasa kita akan batal. Hehehehehehe
Selamat menunaikan ibadah puasa!




Monday, October 18, 2004

TENTANG SISI LAIN

Sejak pertama kali di luncurkan, tak terhitung banyaknya masukan soal gaya penulisan Sisi Lain yang memilih untuk tampil beda dengan ejaan tempo dulu. Meski ada juga yang mendukung, sebagian besar adalah komentar protes karena mengaku sulit dan sakit kepala memaksakan membaca isi tulisannya :p

Tapi apa boleh buat, gaya tempo dulu ini sudah terlanjur jadi merek dagang atawa trade mark-nya Sisi-Lain. Menggantinya dengan ejaan yang disempurnakan hanya akan membuat blog ini kehilangan ruhnya, apalagi saya sadar betul bahwa dari segi isi dan perwajahan, blog ini sebenarnya tidak punya nilai jual.

Sebagai seorang yang menapaki jalan hidup yang biasa-biasa saja, menceritakan tentang keseharian hidup saya dalam blog hanya akan bikin pembaca menguap lebar-lebar lalu tertidur karena bosan.
Memilih bercerita tentang profesi? ah soal itu sudah ada tempatnya di sisi yang lain lagi.
Mengisinya dengan aneka resep masakan? hehehe
Sayang sekali satu-satunya jenis masakan yang bisa saya banggakan hanyalah indomie rasa kari ayam :p

Alhasil inilah dia, Sisi-Lain. Yang mencoba menampilkan hasil 'CT Scan' benak saya. Perasaan saya. Keluh kesah. Kepedulian. Cinta. Sumpah serapah. Semuanya dicoba jujur apa adanya.
Kalau terbacanya absurd, apa boleh dikata karena seperti itulah saya.
Bikin sakit kepala?
Sekedar mengingatkan, diwarung sebelah ada jual aspirin.
Tuan boleh minum 3 kali sehari. Sebaiknya selepas makan, agar produksi asam lambung tidak terlalu mengganggu perut tuan. :p

Thursday, October 14, 2004

ANTARA MALPRAKTEK, PROFESIONALISME & TUNTUTAN KEHIDUPAN DOKTER

Harian Kompas dalam rubrik kesehatan edisi 14 Oktober hari ini menulis tentang layanan kesehatan dinegeri ini. Menanti layanan dengan hati. Begitu tajuk yang diberikan untuk artikel yang sangat menarik itu. Ini keluhan kesekian yang pernah saya baca tentang buruknya mutu layanan kesehatan di republik kita tercinta. Beberapa hari lalu, harian berbahasa Inggris The Jakarta Post memuat daftar kasus yang disangka malpraktek. Hampir semua terjadi di Jakarta.
Meninggalkan tanya besar dibenak saya. Begitu burukkah wajah profesional medis kita?

Sejak awal saya menapakkan kaki di kampus Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 14 tahun silam, satu doktrin yang saya terima tentang profesi ini adalah bahwa profesi dokter adalah profesi yang mulia. Keagungan profesi begitu sering didengungkan. Hubungan dokter dengan pasien bukan semata hubungan jual beli. Bukan semata hubungan pemberi jasa dengan pemakai jasa. Lebih dari itu, katanya. Paradigma itulah yang sampai kini masih dipegang teguh oleh sebagian besar sejawat-sejawat dokter saya. Meski bertentangan dengan anggapan para pakar marketing yang meyakini bahwa pada dasarnya kita semua adalah penjual.

Berangkat dari doktrin keagungan profesi tadi, dalam kurikulum fakultas kedokteran, ditahun kedua, anda akan belajar bagaimana sistem yang bekerja pada tubuh manusia normal. Menginjak tahun ketiga, anda mulai diajari perubahan-perubahan yang akan terjadi kalau anda sakit. Dan kemudian ditahun keempat ditambah dua tahun magang dirumah sakit sebagai dokter muda, anda akan mulai belajar bagaimana mengobati pasien.
Lantas bagaimana dengan pelajaran etika? O jangan kuatir, ditahun ke empat ada 2 kredit mata kuliah etika kedokteran, mengenai hukum juga disinggung sedikit disitu. Pelajaran etika selanjutnya adalah apa yang anda pelajari sambil melihat langsung contohnya saat magang di rumah sakit.

Kurikulum ini diyakini cukup untuk membentuk dokter Indonesia. Dokter yang kini - seiring kemajuan jaman - mulai sering mendapat kritikan soal mutu dan polah tingkahnya.

H Misbach Yusa Biran, ayah almarhumah Sukma Ayu, dalam sebuah tayangan infotainment, mengaku sedih karena tak pernah menerima senyum dari para dokter selama hampir enam bulan anaknya dirawat di rumah sakit.
Meski saya tak terlalu yakin seratus persen dengan kebenaran pernyataan itu, tapi merujuk kembali ke kurikulum pendidikan dokter, bagian mana dari kurikulum yang mengatur dokter harus senyum pada keluarga pasien?
Atau bagian mana yang mengajarkan bagaimana dokter seharusnya bersikap pada pasien? diluar sikap profesional tentunya.
Sedih, tapi kenyataannya saya mesti jujur menjawab: TIDAK ADA!

Paradigma yang dengan angkuhnya menyebut hubungan dokter-pasien bukan hubungan jual beli telah mencegah masuknya konsep-konsep marketing kedalam kurikulum pendidikan dokter kita. Kita tidak lagi sadar bahwa sekedar senyum dan beramah-ramah dengan pasien dan keluarganya merupakan suatu value-added services - meminjam istilah Hermawan Kartajaya - yang akan membuat sipasien lebih nyaman dalam memanfaatkan jasa kita.

Padahal hubungan yang tidak nyaman membuat pasien sungkan bertanya kalau ingin memperoleh informasi medis mengenai kondisinya sehingga kerja-sama dokter-pasien dalam menentukan arah pengobatan - yang menjadi konsep kedokteran modern - sama sekali tidak berjalan.
Seorang ibu yang pernah bertemu dengan saya dalam satu perjalanan menuturkan bagaimana dokternya marah ketika ia menyebutkan bahwa dirinya sakit cacar. "Ibu jangan sok tau!" bentak dokter itu "kalau sudah tau kenapa datang kesini!"
Bisa jadi itu trik si dokter yang takut kalau pasiennya banyak bertanya.
Padahal memilih menjadi dokter - ujar dosen saya dulu - berarti harus siap untuk belajar seumur hidup. Siap untuk selalu menjelaskan pada pasien dan keluarganya bagaimana kondisinya, mendiskusikan bagaimana strategi pengobatannya, membantu pasien mengambil keputusan karena hak itu ada ditangan pasien. tentunya dengan dokter memberikan informasi yang sejelas-jelasnya tentang keuntungan dan risiko setiap tindakan yang dipilih.
Karena begitulah prosedur seharusnya.
Suatu prosedur yang sayangnya langka dinegeri ini.

Menteri Kesehatan Ahmad Suyudi mengungkapkan total pengeluaran untuk biaya berobat ke luar negeri orang Indonesia setiap tahun mencapai 600 juta dollar AS.
Salah satu alasan kenapa mereka memilih berobat keluar pastinya adalah layanan kesehatan yang lebih baik.
Hermawan Kartajaya, pernah menulis tentang seorang koleganya yang didiagnosis Diabetes di Indonesia. Oleh dokternya disebutkan bahwa penyakit ini tidak akan sembuh, seumur hidup dia akan tergantung pada obat dan dietnya harus diatur.
Ketika memeriksakan dirinya ke Singapore, dokter Singapore juga menyatakan dia terkena Diabetes. Tapi bedanya si dokter sambil tertawa bilang "OK, you got Diabetes, so what? Kena diabetes bukan berarti hidup berhenti sampai disini. Yang perlu dilakukannya hanya menjaga berat badannya, memeriksakan dirinya teratur, mengatur dietnya, dan tidak berhenti sampai di situ saja, si dokter mengatur agar sang pasien berkonsultasi dengan ahli gizi yang sudah menyiapkan daftar menu sehari-hari, lengkap dengan jumlah kalori setiap jenis masakan bahkan untuk makanan khas Indonesia.
Bayangkan begitu hebatnya kesadaran untuk memberikan value-added services disana.

Namun melulu menyalahkan dokter kita sebagai biang keladi buruknya layanan kesehatan tentunya tidak menyelesaikan masalah. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002 memperlihatkan bahwa ratio dokter : pasien kita adalah yang terendah dari 8 negara Asia Tenggara. 16 dokter untuk 100.000 penduduk. Jangan heran kalau dokter harus kerja rodi. Belum lagi dengan penghasilan dokter yang begitu rendah.
Pengalaman saya sendiri di tahun-tahun awal menjadi dokter, saya pernah bekerja di klinik 24 jam dengan membawa pulang 15 ribu rupiah sebagai hasil bekerja selama 24 jam.
Untuk dokter spesialis pun tidak selamanya bagus. Padahal biaya untuk sekolah spesialis amat sangat menguras isi kocek. Untuk masuk kebagian kebidanan dan kendungan, contohnya, harus rela merogoh 150 juta. Itupun baru uang pangkal.
Jangan heran kalau terkadang seorang dokter spesialis terpaksa bekerja dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain untuk kejar 'setoran'. Kalau sudah begitu jangan harap dia bisa mencurahkan perhatian sepenuhnya terhadap keluhan pasiennya.

Semuanya memang berputar seperti lingkaran setan. Perlu kerja sama banyak pihak untuk membenahinya.

Thursday, September 30, 2004

MENGEJAR PURNAMA DI 3 KOTA

Blue Moon,yang konon menurut si Ms. Nice Gal ini adalah penampakan bulan purnama dalam bentuk yang paling indah dan hanya terjadi sekali dalam setahun, bikin perjalanan pulang dari rig akhirnya saya habiskan dengan menengadah sampe leher terasa kaku.

Tanggal 28 malam saya mulai proyek melototin purnama, diatas speed boat yang membawa saya melaju membelah selat Makassar menuju Balikpapan. Sayang sesaput tipis awan sedikit mengusik keindahannya.

Langit diatas bandara Sepinggan, Balikpapan pun tak jua memberi kesempatan buat saya menikmati si Blue Moon itu, awan masih setia bergayut. Kali ini saya hanya bisa berharap semoga dalam penerbangan malam ke Surabaia bisa melihat bulan dibalik jendela. Harapan yang ternyata sia-sia karena sepanjang penerbangan, bapak disebelah saya mengajak ngobrol terus. Dan semangatnya bercerita bikin saya gak tega untuk bilang kalo saya lagi pengen liat purnama dan minta tukeran tempat duduk sama dia.

Terkurung 1 jam di bandara Juanda tidak juga bikin impian saya terkabul. Dan saat penerbangan Surabaya-Makassar, saya terlalu lelah dan tertidur ketika pesawat mengangkasa. Hasrat melihat Blue Moon gagal total.

Baru di Jeneponto, kota kecil tempat kelahiran almarhum bapak saya - sekitar 3 jam perjalanan jaraknya dari Makassar - baru saya bisa menatap langit malam sepuasnya. Langit bersih tak berawan malam itu. Ada bulatan kuning besar bercahaya yang indah menghiasinya. Purnama Blue Moon yang kesohor itu! Mungkin bukan Blue Moon, karena saat itu sudah tanggal 29 malam. Tapi setidaknya keindahannya masih terasa. Kemilau bintang yang biasanya memukau pun tak sanggup menandinginya.

Saya berbaring menghabiskan malam itu di beranda. Tak peduli dengan dengung nyamuk yang berpesta pora menikmati tetes demi tetes darah saya. Tak juga peduli dengan informasi yang saya baca belakangan kalo Blue Moon itu adanya ditanggal 31 Yuli 2004.

Malam itu saya hanya ingin berbaring di beranda. Merenung. Sendiri. Terpencil. Dipeluk sepi. Dibawah sinar bulan purnama. Yang tetap indah dilihat, tak peduli itu blue moon atau tidak.

catatan kaki:
28 september 2004 ternyata menurut penanggalan Cina adalah hari ke 15 di bulan ke-8, saat untuk mid-autumn festival atau juga disebut sebagai Moon Festival (yue bing yie). Suatu masa dimana bulan purnama berada dalam bentuk yang paling bulat dan paling terang karena itu dipercaya sebagai perlambang kesatuan dan kebersamaan keluarga.

Sunday, September 19, 2004

KAPANKAH TERAKHIR KALI ANDA MENERIMA SURAT PRIBADI?

"KAPANKAH terakhir kali Anda menerima surat pribadi? Prof Dr Sarlito Wirawan Sarwono, psikolog terkenal dari Universitas Indonesia, mengaku beberapa waktu lalu menerima surat bertuliskan tangan dari seorang kerabatnya di Cilacap, Jawa Tengah. "Sangat personal, saya jarang sekali lho dapat surat seperti itu sekarang," katanya. Kini, kesantunan dan kedalaman surat memang telah digantikan dengan keserentakan (dan kegegabahan) serta kedangkalan SMS (short message service). Padahal, sebenarnya tak ada yang bisa menyaingi dahsyatnya surat sebagai kenangan" (sumber Kompas, Minggu 19 September 2004)

Sebagian orang memang sudah lama tak lagi berkirim atau menerima surat yang bertuliskan tangan model dulu.
Globalisasi dengan kemajuan teknologinya telah membuat orang jadi mau semuanya serba cepat. Kenapa harus repot menulis surat, setelah itu pergi ke kantor pos, antri untuk bisa mengirim surat yang mungkin baru akan sampai tiga hari setelahnya, padahal dengan email semuanya bisa selesai dalam hitungan menit.

Kalau dulu sebelum hadirnya era SMS, orang lebih suka menggunakan telepon untuk bertukar berita, namun toh itu masih terlalu mahal buat sebagian besar kalangan. Apalagi kalau yang harus di telepon ada diluar kota terlebih di belahan bumi lainnya. Akhirnya surat masih bisa mengisi celah itu untuk tetap eksis.

Tapi seiring kemajuan jaman, perlahan namun pasti suratpun terpinggirkan. Kalau orang seperti Prof. Sarlito yang tenar dan pasti banyak relasi saja sudah mulai jarang menerima surat, apa lagi kita-kita yang barangkali relasinya tak sebanyak beliau.

Artikel Kompas itu membuat saya jadi tercenung sejenak mengingat-ngingat kapan terakhir kali saya menerima surat tulisan tangan?
Surat cinta? Hahahah .... memang biasanya surat sejenis ini yang masih ditulis tangan, tapi bahkan dengan istri saya pun - saat jamannya kita pacaran - sama sekali tak pernah berkirim surat.

Mendadak saya jadi senyum-senyum sendiri setelah ingat beberapa hari lalu - tadinya saya lupa - bahwa ternyata saya baru saja menerima surat tulisan tangan. Aseli tulisan tangan diatas secarik karton bekas karung semen.
Pengirimnya? Seorang preman didekat rumah saya yang minta uang 'koordinasi renovasi' karena saya merenovasi rumah tanpa memakai tukang yang disediakannya.
Hahahaha ..........
Ternyata benar artikel Kompas itu, surat jaman sekarang sudah sama sekali tak ada nilai romantisnya.

Friday, September 17, 2004

It's turn to 33 now!



"Still a lot of things to do, fahrie"

Friday, September 10, 2004

Friday, August 20, 2004

.......................

....................
satu satu daun berguguran
jatuh ke bumi dimakan usia
tak tertengar tangis tak terdengar tawa
redalah, reda......

waktu terus bergulir
semuanya mesti terjadi
daun daun berguguran
tunas tunas muda bersemi

satu satu daun jatuh ke bumi
satu satu tunas muda bersemi
tak guna menangis
tak guna tertawa
redalah, reda....



Untuk semua yang peduli
Dan turut berbagi duka
Terima Kasih ........
Tapi please, jangan bilang turut berduka lagi
Cukup berikan senyum
Saya tau anda peduli
tapi mohon kasih kesempatan mata ini kering

Untuk Profesor Haris Bundu, MA
The best daddy in the world
I'm gonna be like you, Dad
You know, I'm gonna be like YOU